Senin, 26 Juli 2010

80% Hutan Tanggamus Jadi Areal Perkebunan

Perambahan di kawasan hutan lindung di Kabupaten Tanggamus makin parah. Dari hutan lindung 150 ribu hektare lebih, sekitar 80% di antaranya telah menjadi areal perkebunan kakao, kopi, palawija, dan sayuran.

Hasil penelusuran investigasi Komisi B DPRD Tanggamus baru-baru ini membuktikan kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) yang menghabiskan dana puluhan miliar rupiah, yang kemudian dilanjutkan dengan kebijakan hutan kemasyarakatan (HKm), tak menghentikan laju kerusakan hutan lindung di Tanggamus.


"Dari temuan kami di lapangan, kondisi hutan lindung di Tanggamus ini porak-poranda. Kegiatan GNRHL dan HKm tidak ada bekasnya karena kesadaran masyarakat masih rendah," kata Ketua Komisi B DPRD Tanggamus Ibnu Nizar, di sela-sela kegiatan panen raya perdana padi Ciherang di Pekon Mulangmaya, Kecamatan Kotaagung Timur, Rabu (3-2).


Dianggap Mengganggu

Menurut Ibnu Nizar, Komisi B juga menemukan tanaman GNRHL ditebangi petani karena dianggap mengganggu tanaman perkebunan, seperti kakao dan kopi. Pihaknya juga menemukan kegiatan perambahan hutan semakin merajalela, termasuk di kawasan Register 30 Gunung Tanggamus.

"Jika tidak segera dihentikan, banjir dan tanah longsor di musim hujan dan kekeringan saat kemarau akan terus mengancam. Pemerintah harus tegas. Perusak hutan harus ditindak tegas. Bagi penyelamat hutan harus diberi penghargaan," kata dia.

Mirisnya lagi, kata Ibnu Nizar, para perusak hutan lindung di Kabupaten Tanggamus ini sebagian besar warga dari luar Kabupaten Tanggamus, seperti Lampung Tengah, Metro, Lampung Timur, dan Bandar Lampung. "Sudah menjadi rahasia umum bila kawasan hutan ini diperjualbelikan," ujar dia.

Sudewi, anggota Komisi B lainnya, memprediksi dalam kurun 10--20 tahun ke depan kawasan hutan lindung di Tanggamus ini hanya tinggal kenangan.

Sementara itu, sejak sepuluh tahun terkhir, sejumlah elemen masyarakat Tanggamus telah mengingatkan pihak terkait bahwa kerusakan hutan lindung di daerah ini sangat memprihatinkan dan mengancam kelangsungan pertanian di delapan kabupaten/kota di Provinsi Lampung.

Sebab, sepuluh hutan lindung di Tanggamus ini, seperti Register 21 Penantianbatu (seluas 2.780,24 ha), Register 22 Way Waya (4.777 ha), Register 25 Pematangtanggang (3.380 ha), Register 26 Serkungpeji (673,90 ha), Register 27 Pematangsulah (8.862,36 ha), Register 28 Bukitneba (13.419,85 ha), Register 30 Gunung Tanggamus (15.060 ha), Register 31 Pematangarahan (1.505 ha), Register 32 Bukit Rendingan (6.960 ha), dan Register 39 Kotaagung Timur (84.463 ha), sudah porak-poranda.

Tanah di sepuluh kawasan hutan lindung itu mengandung kekayaan yang jauh lebih berharga daripada sekadar kayu, mulai kandungan emas (Register 22, Register 25, Register 39, dan Register 30), damar batu, batu bara, dan rotan.

"Itulah alasan sejak lama muncul spekulasi bahwa pembabatan hutan di sana hanya gerbang untuk menguras kekayaan yang lebih besar yang ada di dalamnya, yakni emas, batu bara, dan damar," kata Roby, aktivis lingkungan di Tanggamus. n UTI/R-2


Sumber:
Harian Lampung Post, dalam :
http://ind.watala.org/index.php?option=com_content&task=view&id=60&Itemid=2
5 Februari 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar